Posting Foto Anak, Antara Sharenting, Predator Anak dan Foto Lawas Selmadena
Tiga hari lalu ada imbauan dari Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk membatasi posting foto anak di media sosial. Imbauan ini muncul karena kasus forum predator anak di FB yang terkuak akhir-akhir ini. Awalnya saya tidak terlalu notice dengan imbauan ini karena di pikiran saya, predator anak tuh sesuatu yang jauh dari kehidupan adem ayem saya. Sampai saya nemu info jumlah anggota forum tersebut. TUJUH RIBUAN ORANG! Jumlah penduduk Indonesia tuh sekitr 250 juta di tahun 2013, kalaulah mau dipukul rata berarti d setiap 35 ribu penduduk Indonesia tuh ada satu anggota forum predator anak tersebut. OMGGGGG!!!! 35 ribu itu paling satu kelurahaaan! Jaman SD aja saya mainnya uda lintas kelurahan looo! Ngeriiii!
Setelah menyadari kemungkinan adanya predator anak di sekitar kita, saya jadi lebih waspada terhadap bahaya sharenting. Alias posting foto anak dengan alasan share parenting. Maksud kita mah baek ya. Mau bagi-bagi pengalaman atau kebahagiaan, tapi pihak lain bisa jadi punya tanggapan atau kepentingan yang berbeda.
Cuman sekarang saya ingin membahas tentang sharenting dari sisi tersebarnya foto lawas mbak Selmadena. Kebetulan kan, berita ini sedang ramai dibicarakan dan waktunya berendengan dengan kasus ngeri di atas. Yang ga tau siapa mbak Selmadena, googling aja ya, di nyonyamalas no gosip no ghibah soalnya, Cyin, hehehe.
Eh aku ceritain aja deh…. :P
Jadi Mbak Selmadena adalah perempuan yang menerima lamaran putranya Pak Amin Rais, Mas Haqy Rais. Pernikahan mereka menjadi sorotan netizen karena untuk melakukannya Mbak Selma memilih meninggalkan kekasihnya yang telah lama dipacarinya. Di tengah pro kontra atas keputusan tersebut, tersebarlah foto lawas Mbak Selma yang kok… eym, beda banget ya sama wajahnya sekarang. Disinyalir operasi plastik, pihak-pihak yang benci dengan tindakan Mbak Selma langsung membully-nya dengan cap “palsu”. Saya sih tidak masalah dengan operasi plastik atau apapun yang dia lakukan ya. Namun kasus pem-bully-an ini menarik untuk diikuti.
Situ: Hah, lalu apa hubungannya sama predator anak?
Situ: Mbak Selmadena predator anak?
Situ: Jadi Mas Haqy tuh masih siswa Taman Kanak-kanak???
Sini: Bukaaaaannnn!!!!!!!!
Situ: Ooohhh, jadi Mas Haqy yang predator anak?!?
Sini: Bukan jugaaak!!!
Satu hal yang menjadi benang merah antara berita foto lawas Selmadena dan sharenting adalah: ada satu foto unggahan ibunda beliau di Instagram yang jadi salah satu bahan bully kepada si Mbak. Got it? Foto unggahan Ibunda tersebut dilakukan 141 minggu yang lalu. Jauh sebelum kasus cinta segitiga Haqy – Selma – Sena ini ada. Namun, dengan mudah netizen mendapatkannya dengan satu dua ketikan di mesin pencari Google.
“Jejak digital akan selalu ada. Sekali diunggah, dia mengudara selamanya.” Click to tweet!
Masalahnya, kita tidak tahu jejak digital itu akan memengaruhi hidup anak kita kelak atau tidak. Bagi kasus Mbak Selma, mungkin hanya privacynya yang terganggu. Bagi para korban penculikan atau predator anak, bisa jadi berbeda. Walaupun mungkin bagi Mbak Selma, rasanya juga sama ngerinya ya sampai dia menonaktifkan kolom komentar di akun media sosialnya. Mungkin loh. Kan haters itu kejam. Nyonyamalas mah ga punya haters, amit-amit, jadi cuma bisa ngebayangin.
Di status seorang teman yang sama-sama bloger saya menanyakan tentang apa saja yang sebaiknya tidak dibagikan di media sosial. Kebanyakan menjawab: 1) foto terkait ketelanjangan, misal anak sedang mandi, tidak memakai pakaian/ celana, 2) foto yang memuat data pribadi; alamat, nama sekolah – berlaku juga untuk geotagging dan 3) foto close up. Hal tersebut kebanyakan untuk melindungi keamanan anak dari penculikan atau kejahatan lainnya. Nyonya mungkin punya masukan lain? Mohon ceritakan di comment section yak!
Beberapa tips pun beredar di banyak artikel, antara lain: 1) memberlakukan setting private di foto anak, 2) memilih circle atau membatasi pertemanan dan 3) membatasi posting foto anak.
Pengakuan dosa nih, saya sendiri sebelumnya pun senang membagikan foto anak saya yang cakep itu (anak sendiri, dipuji sendiri, penyakit emak-emak). Apalagi sebagai orang yang ngeblog dengan tema kebanyakan tentang family, beberapa hal sengaja atau tidak sengaja saya bagikan. Namun, setelah belajar dari beberapa kejadian-kejadian di atas, saya berjanji pada diri saya sendiri untuk menanyakan beberapa hal di bawah ini sebelum saya membagikan sesuatu di dunia maya.
1. Pribadikah?
“Apakah ada informasi yang terlalu pribadi yang sebenarnya tidak terlalu urgent untuk yang dibagikan?” Just for insight, contohnya, nama lengkap anak, alamat sekolah, alamat rumah, denah rumah secara mendetail, jam masuk atau pulang sekolah, dll. Nyonya-nyonya bisa jadi punya standar yang lebih ketat atau lebih longgar.
2. Pantaskah?
“Apakah akan ada hal memalukan atau tidak pantas yang terbagikan?” Tak perlu ditanya lagi, foto anak dengan pakaian terbuka paling berbahaya jika ditemukan oleh predator anak. Kalaupun tidak, menurut Nyonya apa yang bakal dirasakan oleh anak, jika temannya menemukan foto tertentu lalu berkomentar, “Iiihhh, ternyata keciiill ya”. Hehehe, tengsin abis.
3. Diizinkankah?
“Apakah anak kita akan keberatan jika kita membagikannya?” Terutama jika dia sudah bisa diajak bicara, tanyakan saja langsung. Apalagi menjelang remaja, apa yang menurut kita cute untuk diposting, belum tentu keren di mata mereka. Di Perancis, orang tua bisa dikenai denda atau bahkan dipenjara apabila dituntut oleh anaknya karena memosting foto mereka di masa lalu. Di Indonesia memang belum ada peraturan demikian. Namun, haruskah ada peraturan terlebih dahulu baru kita memperhatikan dan menjaga perasaan anak kita sendiri?
Setelah menulis artikel ini saya sedikit lega, karena membantu saya menjernihkan pikiran saya sendiri. Sebelumnya saya akui sempat agak paranoid untuk mengunggah foto anak. Bahkan thread tentang mitos pengasuhan bayi, yang saya buat di akun Instagram @nyonyamalas dengan hashtag #CumaMitos, seminggu lalu sempat saya hentikan. Mulai besok thread ini akan posting lagi loh, jadi yang belum follow, sok atuh follow @nyonyamalas. Hahaha, malah sempet-sempetnya ngiklan.
Intinya kalau saya ditanya bakal posting-posting tentang anak lagi tidak. SAYa akan jawab: Iya tetep, tapi dengan lebih bijak. :)
Sum up 9 dari 30 hari mencari Mitos #MamaNewbie: 1) mitos telur saat nifas, 2) mitos diapers dan kaki ngangkang, 3) mitos gundul dan rambut lebat, 4) mitos menggendong, 5) mitos menyusui, 6) mitos lama bermain, 7) mitos menangis dan paru-paru kuat, 8) mitos bedong, 9) mitos diapers dan kanker. . Gimana sama temen-temen? Ceritain dong pengalaman #CumaMutos apa yang temen-temen alami terkait anak dan pasca persalinan 😘😘😘 . Masih ada 20 hari lagi nih! Kamu juga bisa terus ikutin thread #CumaMitos ini dg follow IG @nyonyamalas atau dg like FP nyonyamalas.com di Facebook. . See you tomorrow! Feel free to tell your stories at comment section yak 😉
Segitu opini saya, jika Nyonya punya tips atau pengalaman lain, feel free untuk cerita di comment yaa…. :) Salam sayang!
Komentar
Posting Komentar