Tentang Buka Handphone, Privacy dan Keterbukaan
Saya dan suami minggu kemarin ngomongin sesuatu yang minggu lalu hot dibicarakan di sosmed: tentang buka handphone suami dan kelancangan istri.
Rada kesentil juga si, ketika di media sosial ada seseorang yang menyebut istri orang lain lancang. Ihwalnya adalah karena istri orang lain itu membuka handphone suaminya. Lebih tersentil-sentil lagi ketika, walaupun sang suami sudah komen bahwa beliau mengizinkan istrinya membuka hape-nya, pro dan kontra masih berkepanjangan.
Hello?
Itu bini orang, loh. Yang punya hape aje selo.
Eit, jangan nuduh dulu! Saya tidak mau membela sang istri kok. Sebenarnya saya setuju juga (sebagian) kalau membuka handphone milik pasangan adalah sesuatu yang lancang. Hidup privacy! Tapi ya kalau dalam kasus tadi kan beda yak, suaminya fine-fine aja ya harusnya kita juga fine-fine aja. Kan masing-masing keluarga punya adat istiadatnya masing-masing.
Dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung.
Yang punya saja tak beriak, mengapa situ yang pundung?
Trus Pernah Buka Hape Suami?
Ya pernah lah.
Trus saya mendapat penemuan terbesar abad ini:
Foto VIA VALLEN di handphone suami.
Aw aw aw….
Katanya si kiriman dari grup kantor. Grup kantor suami emang kadang random banget si. Masalah pembangunan bangsa dan negara, sampe penyanyi dangdut koplo pantura juga dibahas.
Saya sih, percaya percaya aja. Kalaupun dia download sendiri pun foto Via Vallen, kayanya juga nggak masalah buat saya. Dia ngefans juga gapapa.
Tentang Privacy
1 . Tentang Privacy Pasangan
Saya dan suami mengakui bahwa pasangan kami masing-masing walaupun telah bersatu sebagai pasangan suami istri adalah tetap entitas yang mandiri. Yang memiliki pemikiran, keinginan dan zona pribadi. Masalah harta memang milik bersama, barang berupa handphone-nya pun kami akui sebagai milik bersama (walaupun pelaporannya pajaknya kami lapor secara terpisah demi kepraktisan). Namun akun yang didalam handphone, yang berupa aset tak berwujud itu tetap kami hargai sebagai milik pribadi.
Akun (nomor) telepon, WA, social media dan email adalah milik pribadi.
Jadi kalau secara diam-diam tanpa seizin suami, saya nggratil membuka chat atau email atau bikin status di sosmednya, itu namanya LANCANG.
Vice versa.
Berlaku juga sebaliknya, walau iphone yang saya pakai itu juga dibeliin suami. Tapi nggak ada tuh suami grepe-grepe hape saya tanpa seizin saya. Kalau pinjam hape pun biasanya cuma buat foto-foto (karena kamera hapenya burem) atau numpang telepon kalau dia lagi nggak punya pulsa. Bisa dibilang, hampir nggak pernah dia buka chat saya.
2 . Tentang Privacy Orang Lain yang Terkait
Mengapa saya dan suami memilih untuk tidak membuka chat satu sama lain? Karena bisa jadi dalam ruang chat kami mengandung privacy kerabat pasangan yang tidak perlu saya atau suami tahu.
Contohnya: sahabat suami bercerita tentang rumah tangganya. Perlukah saya tahu? Tidak.
Tapi kalau saya usil baca-baca secara tidak langsung saya bakal tahu kan. Dan saya pasti tahunya akan cuma sepotong dan nggak komprehensif, sebatas apa yang saya baca di chat tersebut. Penilaian saya terhadap ybs mungkin akan berbeda. Bisa jadi saya akan komen yang enggak-enggak, dan suami jadi males. Efeknya malah nggak bagus buat kami. Itu contoh aja sih.
Atau sebaliknya, temen perempuan saya nanya tentang lingerie atau hal-hal ciwi-ciwi yang nggak sepatutnya laki-laki tahu. Apalagi emak-emak jaman now kan suka punya grup ibu-ibu kan yeeesss…. Nah kalau suami usil baca. Hmmmm…. gimana juga itu kan saru ya.
Intinya nggak semua urusan pasangan kita harus tahu kok. Lagipula saya percaya kalau urusan yang perlu saya tahu, pasti pasangan akan ceritakan. Yuk, mari kita ke poin berikutnya….
Tentang Keterbukaan
“Lhah Mbak, kan suami istri itu harus saling terbuka…. Jadi nggak papa dong saling buka-buka handphone!”
Ya nggak papa saling buka-buka hand phone. Asal seizin pasangan. Daaaan, kalau memang saling terbuka, ga perlu nunggu hape dibuka pun pasangan uda bakal cerita si. Kalau urusan itu memang hal yang perlu kita tahu.
“Yakin Mbak, suami-nya Mbak bakal jujur terus?”
Ya, memang nggak ada jaminan sih bahwa pasangan akan selalu jujur. Tapi bukankah memang itu yak, seninya pernikahan: kepercayaan dan keterbukaan. Kalau memang sudah tidak ada kepercayaan dan keterbukaan, pernikahan macam apa yang sedang dijalani? Sepertinya melelahkan.
Kalau kata suami saya, “Minta izin aja, ga usah curiga-curigaan, ga usah pakai acara diem-diem…. Toh juga pasti dikasih kan…. Kalau saya nggak ngasih, baru dah sono kalau mau curiga“.
Iya uga sih…. Selama ini memang tidak pernah tidak dikasih, kalau saya minjem hape suami. Kecualiiiii…. dia lagi main game Marvel Future Fight kesayangannya setiap jam 10 malem. Apalagi kalau pas hari kamis, jadwalnya mau ngereset game apa gimana gitu. Tapi ya kalau uda ngomong game mah, uda beda urusan yak…. Hihihi….
Saya akui memang naif dan terlalu percaya pada suami, sebagaimana saya rasa beliau pun naif dan percaya pada saya. Kami mencoba untuk menjalani pernikahan yang tidak dibebani rasa curiga. Biarlah Tuhan yang nanti membalikkan hati kami apabila, salah satu dari kami mulai serong. Amin.
***
Di akhir obrolan saya dan suami….
Saya: “Mau pinjem hape dong….“
Suami: “Sik bentar, aku hapus foto Nella Kharisma dulu yakkkk….” :P
Komentar
Posting Komentar