Demi Keluarga, Rokok Harus Mahal
Saya perempuan yang dukung rokok harus mahal, karena saya peduli pada anak dan generasi muda.
Ya walaupun sebenarnya saya peduli pada generasi tua juga si. Hehehe…. Namun jujur, saya tidak ingin menyampuri urusan orang dewasa yang dengan sadar memilih untuk merokok. Tentu dengan catatan, orang itu memahami betul risikonya, mampu menanggung risikonya sendiri serta juga merokok di tempat yang telah ditentukan. Silakan merokoklah dan silakan tanggung biaya kesehatanmu. Sendiri. Jangan bergantung pada bantuan pemerintah juga ya.
Namun saya merasa miris jika melihat anak kecil merokok. Kemungkinan mereka merokok tanpa sadar betul risikonya, sementara mereka juga belum mampu menanggung risikonya sendiri, serta juga tidak bijaksana dalam merokok (merokok di sembarang tempat). Semua itu tentu dapat diminimalisasi dengan membuat harga rokok tak terjangkau bagi mereka.
Membuat harga rokok tak terjangkau uang saku anak-anak dan remaja. Itu salah satu alasan terbesar saya ingin harga rokok dinaikkan.
Okelah, saya memang sempat ragu jangan-jangan peraturan menaikkan harga rokok ini hanya akan meningkatkan konsumsi rokok ilegal (rokok tanpa pita cukai). Namun saya rasa, yang mau bersusah payah mencari rokok tanpa pita cukai atau ngelinthing tembakau sendiri kemungkinan adalah orang-orang yang sudah kecanduan rokok. Namun, anak-anak “baru” dengan kebijakan yang mempersulit akses ini ditambah kebijakan yang sudah ada sebelumnya seperti mempersulit ruang merokok, mungkin memiliki harapan untuk meminimalisasi adanya perokok baru. Tentunya juga perlu edukasi yang gencar juga ya….
Melindungi generasi muda sekarang, sama saja dengan melindungi generasi dimana anak saya akan tumbuh nanti.
Saya perempuan yang dukung rokok harus mahal, karena saya peduli pada anggaran keluarga.
“Ah, mbak…. suami saya nggak merokok kok mbak. Jadi anggaran keluarga saya aman dari pengaruh rokok.”
Eits, situ yakin???? Suami saya pun tak merokok ya. Tapi saya sadar betul ada bagian dari keuangan kami yang secara tak langsung dipengaruhi rokok.
Ya benar. Ada tidak anggota keluarga yang merokok, rokok mengganggu anggaran sehari-hari keluarga. Kalau ada anggota keluarga yang merokok jelas ya mengganggu anggarannya karena ada sebagian dana yang dipakai untuk membeli rokok. Nah, kalau tidak ada yang merokok masa iya masih terganggu dengan adanya konsumsi rokok?
Banyak yang tidak sadar kalau konsumsi rokok oleh orang lain, bahkan yang tidak terkait langsung dengan keluarga kita, mempengaruhi keuangan keluarga. Bahkan mempengaruhinya jauh sebelum dana diterima lo. Yaitu melalui pajak.
Loh kok bisa?
Ya bisa dong. Penghasilan suami/ istri atau keduanya merupakan obyek pajak penghasilan. Tentu semua orang sudah sadar ya. Tapi apakah teman-teman sadar kalau hasil dari pajak kita digunakan untuk memberikan subsidi fasilitas kesehatan? Sebagian tentu sadar ya…..
Nah, mulai bisa menarik benang merahnya kan….
Rokok yang dikonsumsi orang lain, mengurangi kualitas hidup orang banyak. Perokok aktif maupun pasif memiliki risiko penyakit yang ujung-ujungnya juga akan menjadi beban bagi anggaran negara, yang mana sebagian besar dibiayai oleh pajak kita.
“Pajak kita? Kan rokok ada cukainya. Bisalah biaya kesehatan ditutup dari pendapatan negara hasil pungut cukai.”
Eitssss!!!
Tahu nggak kalau pendapatan cukai negara, tidak sebanding dengan pengeluaran negara yang timbul dari penyakit-penyakit akibat rokok. Jadi ditombokinlah dari pendapatan negara dari pajak.
Riset terkait dampak tembakau bagi kesehatan dan perekonomian bisa dilihat di sini.
Rela nggak sih, kalau penghasilan kita selama ini dipotong pajak, trus akhirnya buat mensubsidi orang yang sakit akibat ulahnya sendiri.
Saya si tidak ya.
Oleh karena itu, saya, perempuan, mendukung gerakan rokok harus mahal. Bagaimana denganmu?
Komentar
Posting Komentar