Tips Rukun Dengan Ipar, Mungkinkah?
Beberapa hari lalu saya posting foto bareng suami dan kakak ipar di Instagram. Entah apakah karena kami tampak kompak, karena kebetulan sama-sama pakai baju hitam, atau karena kompak tampak ginuk ginuk menggemaskan, ada DM masuk. Intinya menanyakan bagaimana tips rukun dengan ipar.
Netizen: Rukun ya, kasih tips biar bisa rukun dengan ipar dong….
Saya: Eh, emangnya kami rukun? Wkwkwkwk….
(Jawaban slebor ini tentunya sudah seizin kakak ipar ya….)
Hehehe, karena sesunguhnya, kalau dalam pikiran saya ya, definisi rukun dengan ipar itu sungguhlah relatif. Wong sama saudara kandung saja, ada aja salah paham atau ya selisih pendapat to. Trus, mau rukun yang seperti apa sama ipar yang jelas jelas berasal dari latar belakang yang berbeda. Itu dulu deh yang kudu disamaartikan. Biar nggak berharap yang berlebihan.
Saya sendiri baru punya ipar, sekitar 3 tahun jalan 4 tahun ini. Dengan tiga orang saudara suami, soalnya adik-adik saya belum ada yang menikah. Karena dua saudara suami tinggal di luar kota, saya paling dekat memang dengan kakak ipar yang ada di foto ini.
Definisi rukun kami si sederhana ya. Pokoknya kita tahu sama tahu tentang privacy masing-masing, dan saling berpikiran positif. So far si, belum ada pahit-pahit yang dialami ya. Kalau ngegas dikit-dikit kalau sedang cape atau bete, ya ada lah. Apalagi kalau pas PMS trus cembetut cembetut dikit, ya normal juga. Nggak pernah dibawa baper terlalu jauh. Semoga si bakal begitu terus sampai nanti ya. Aamiin.
Nah, kalau standar temen-temen tentang kerukunan umat beriparan sebelas dua belas seperti kami, ya mungkin tips berikut bisa diterapkan.
1 . Jarak = Privacy
Dulu pas awal saya pindah ke Surabaya, saya dan kakak ipar pernah ngobrolin tentang jarak rumah antar keluarga. Dalam hal ini kami sama-sama setuju kalau sebaiknya, rumah satu dengan yang lain tu jangan dempet. Atau malah satu rumah. Buat kami itu BIG NO NO.
Alasannya si karena privacy ya. Dan poin keduanya untuk mengurangi potensi gesekan, hihihi. Ya maklum lah, orang Surabaya kan terkenal kalau ngomong suka ceplas ceplos. Saya pun kadang saringan mulutnya rada jebol. Jadi daripada pas badmood, nyeletuk yang kurang pas, kan mending ada jarak di antara kita. Dengan ada jarak, jadi ada kesempatan untuk menyaring omongan.
Deketan di dalam satu perumahan, beda gang, masih oke lah. Jadi masih mudah kalau ada perlu, dan tolong menolong. Tapi masih ada ruang untuk privacy keluarga masing-masing.
Pernah denger pepatah, “Kalau jauh tercium cuma wanginya, kalau dekat tercium sampai bau-baunya”, tidak? Ya kira-kira begitulah….
2 . Internal Suami-Istri Kudu Beres Dulu
Kalau ini pendapat saya pribadi ya. Tapi kami juga pernah ikut konseling keluarga, dan Psikolognya berpendapat yang kurang lebih sama.
Bagaimana relasi kita di dalam keluarga pasangan, pasti dipengaruhi oleh bagaimana relasi internal suami istri. Kalau ipar atau mertua melihat pasangan kita menaruh hormat pada kita. Pasti ada respek yang juga menular.
Saya sendiri kan bukan tipikal Menantu Idaman ya sebenarnya. Hihihi…. Masak nggak jago, beberes rumah pun payah. Pokoknya banyak celah yang bisa digasak untuk dijadikan bahan celaan sebenarnya. Karena saya memang beda banget dengan kakak-kakak perempuan suami. Walau sama-sama ibu rumah tangga, tapi mereka lebih profesional gitu lah. Wkwkwk…. Kedua mama mertua saya juga demikian. Tapi sampai sekarang si, nggak pernah ada komentar yang frontal banget terkait ini.
Kalau dighibahin, si saya yakin ada aja lah. Ngaku dosa deh semua orang di negara ini, nggak ada yang 100% nggak pernah ghibahin anggota keluarga lain. Tapi yang penting kan nggak yang sampai nyela, nggak sampai nyinyir. Gitu aja uda bagus banget kalau di standar saya. Saya nggak pernah berekspektasi yang terlalu romantis terhadap hubungan antar manusia, btw.
Saya rasa, hal tersebut sedikit banyak juga dipengaruhi oleh rasa respek suami terhadap saya. Terhadap pribadi saya, maupun terhadap kemauan saya untuk belajar dan memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut. Salah satunya, demikian. MUNGKIN, hahahaha!
3 . Keluarga Suami, Suami yang Hadapi
Terkait dengan poin tadi, kalau saya dan suami punya kesepakatan ini. Kalau ada hal yang sensitif yang dibicarakan antar keluarga dalam keluarga besar Suami, maka dialah yang menjadi pembicara. Termasuk kalau (amit-amit), nantinya ada kesalahpahaman, beliaulah yang menjadi “penengah” atau”penerjemah”. Demikian juga sebaliknya. Kalau saudara saya atau orang tua saya membuat suami saya kurang nyaman, maka saya yang akan “maju”.
Tambahan dari Psikolog yang lalu saat konseling: Penting bagi pasangan untuk tahu batas “respek” pasangan lainnya. Tahu batasan, di hal apa pasangan akan merasa tersinggung. Tahu topik-topik apa yang sekiranya sensitif bagi pasangan.
Hal ini harus clear ya, jangan berdasar asumsi pribadi, tapi tanyakan pada pasangan. Saya dan suami cukup lama klarifikasi hal ini, karena kepribadian dan latar belakang yang berbeda, membuat sudut pandang kami berbeda. Yang awalnya saya kira enteng, ternyata bagi suami penting. Begitu sebaliknya.
Related Post: Suami Istri Ribut Rukun
Memang benar, kalau setelah menikah, keluarga suami adalah keluarga kita juga. Tapi yang patut diingat, darah bagaimanapun tetap lebih kental daripada air. Ngobrol sama Saudara sendiri relatif lebih nyaman dibandingkan dengan Ipar. Iya to…. Soalnya kita sudah jauh lebih kenal. “Bahasa”nya pun sama. Slah dan gasnya pun jauh lebih kita pahami. Jadi, harapannya diskusi jadi lebih lancar atau kalau berupa kesalahpahaman jadi bisa lebih mudah terurai.
Jangan sampai malah kebalikannya, saya sedang slek dengan suami, trus saya menjelek-jelekkan suami ke saudara saya. Ya sudah pasti, WAAARRRRRR!!!!
Begitu saja si, kurang lebihnya yang kami jalani. Yang saya syukuri, tentu saja karena kakak ipar saya bukan yang aneh-aneh ya. Tapi tidak menutup kemungkinan cobaan orang lain lebih berat. Saya yakin ada teman-teman yang sudah lebih lama membangun rumah tangga, lebih banyak merasakan pahit getirnya punya ipar, boleh banget loh, share tips rukun dengan ipar yang dimiliki, di komen. Terimakasih sudah mampirrr!!! Salam sayang!
Komentar
Posting Komentar