Memories
Saya tahu lagu Memories – Maroon 5 ini dari suami. Ada beberapa hal dari lirik lagu ini yang membuat kami feeling nostalgic. Flashback pada masa lalu masing-masing. Sounds so sentimentil ya, hahahaha….
Ada dua bagian dari diri saya yang terungkit dari lagu ini: tentang passion dan tentang mantan.
Passion
Saya bukan orang yang suka menggembar-gemborkan untuk mengejar passion. Karena sejujurnya, saya pun tidak pernah benar-benar mengejar passion saya, sejak sedari muda, menggambar.
Antara saya tidak pernah serius menganggap menggambar adalah pasion saya. A little bit denial. Atau karena saya terlalu phragmatis ya, ambil aja peluang yang di depan mata….
Hanya saja ketika beranjak tiga dasawarsa, saya mengingat kembali satu per satu memori, dan menarik garis merah kegiatan saya dari TK sampai menjelang lulus SMA, ada satu hal yang menarik di ingatan. Menggambar adalah sesuatu yang saya lakukan dengan senang hati dan effortless.
Saran dari guru seni rupa dan juga hasil psikotes yang mengarahkan saya ke fakultas desain, saya abaikan. Karena entah apa. Hahaha…. Sepertinya karena saya lebih melihat pendidikan sebagai jalan menuju pekerjaan ya. Jadi jurusan teknik sepertinya lebih masuk akal untuk dikejar.
Saya dapat tiket jurusan Teknik Informatika sebelum saya lulus. Maka saya pun ambil, tanpa pernah mencoba jurusan lain di SNMPTN.
Berikutnya, saya mendaftar di STAN atas permintaan keluarga dan diterima. Pikiran saya sederhana saja saat ini, di STAN kuliah dengan beasiswa, maka akan baik bagi keluarga kami secara finansial. Jadi saya pun cabut cuss ke jurusan yang paling tidak dianjurkan oleh hasil psikotes: Akuntansi.
Hahahaha….
Hal ini memang menghantui dari lama, sepertinya makin terasa saat saya memiliki anak. Mulai menggumulkan kembali panggilan hidup. Memories bring back, memories bring back…. Bring back banyak sekali pemikiran, yang membuat saya mempertanyakan, “Kenapa dulu tidak mencoba? Setidaknya untuk tahu the best version of my self?”
Apalagi setelah memutuskan menjadi ibu rumah tangga, seperti ada sisa sisa rasa penasaran yang mendorong saya untuk “mencari panggung saya sendiri”. Saya tahu ini tidak sehat. Seperti belum “selesai dengan diri sendiri”, seperti masih mencari-cari “kepingan puzzle yang tidak terselesaikan”. Wkwkwkwk….
Telat banget ya? Apa memang ini quarter life crisis? Idk.
Tapi sejujurnya saya juga TIDAK menyesali keputusan demi keputusan di masa lalu. Karena saya tahu, kalau saya ambil jalur yang sesuai passion pun, bisa jadi hidup saya malah berantakan. Keluarga saya juga. Mungkin adik saya jadi tidak bisa lanjut kuliah, dst, dst.
Jadi saya tetap mensyukuri, saat ini sudah sampai di titik ini. Hanya saja that memories mengajarkan saya untuk memberi pemahaman tentang passion kepada anak. Saya berharap, sedari muda dia benar-benar serius menggumulkan panggilan hidupnya. Dan berusaha mengerjakannya sungguh-sungguh.
Karena dia, generasi yang ada di kondisi yang jauh lebih baik daripada kondisi yang saya alami. Sebagai orang tua pun, tentunya saya berharap bisa memberikan peluang dan wawasan yang lebih baik.
Mantan
Suami saya, sebenarnya adalah senior saya sejak SMP. Jadi kami saling kenal sebenarnya ada kalau 12 tahun sebelum pacaran. Kadang saya nyeletuk, “Kalau gitu, ngapain kita muter-muter dulu, sempat pacaran sama orang-orang lain dan baru ketemu lagi, trus nikah ya?”
“Here’s to the ones that we got
Cheers to the wish you were here, but you’re not
‘Cause the drinks bring back all the memories
Of everything we’ve been through
Toast to the ones here today
Toast to the ones that we lost on the way
‘Cause the drinks bring back all the memories
And the memories bring back, memories bring back you“
(Memories – Maroon 5)
Suami saya selalu menjawab dengan woles dan default, “Jalane Gusti….”
Hahaha, kesel bener deh, kalau lagi pengen ngobrol trus dijawab dua kata itu. Soalnya auto case closed kalau bawa-bawa nama Tuhan. Soalnya ya EMANG BENER!
Kalau dipikir-pikir lagi, kalau beneran kami pacaran sejak SMP atau sejak SMA, wagelaseh…. jahiliyah banget Eike jaman dulu. Belum emosi yang masih naik turun. Malah nggak jadi nikah kami. Gayatri nggak bakal ada kali ya….
Karena kalau diinget-inget lagi pun, sebenernya para mantan pun sebenernya orang-orang yang baik. Hampir semua sekali-sekali masih saling likes foto anak, walaupun uda nggak pernah kontak langsung due to respek sama pasangan masing-masing.
Emang jodoh tu masalah waktu ya….
Saya jadi bersyukur, ketemu calon suami pas sudah tobat. Memang masih biasa aja, nggak yang alim gimana, tapi setidaknya uda nggak seegois dulu. Ga barbar juga, kalau ngomong uda ada saringannya.
Gitu juga sama suami. Dia uda makan banyak asam garam kehidupan (4 tahun lebih tua), uda jauh lebih mateng dan leadershipnya juga uda kuat. Nggak bisa saya “goyang goyang” dengan mudah, prinsip dan arahannya. Lebih tenang juga, walah masih suka celelekan, tapi bisa bikin rasa hormat saya berlipat ganda dibanding jaman masih jadi juniornya dulu.
Duh, tumben ya saya jadi bijak gini ngomongnya….
Singkat kata, saya jadi mengamini satu ayat, yang intinya menyatakan bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu. Yang kadang kita nggak sadari saat menjalani, namun ketika kita mengenang kembali memories, kita sadar kalau yang Dia kerjakan itu baik. :)
Bahas lagunya Maroon 5, kenapa bisa jadi sedalem ini ya ngelanturnya…. Hahaha…. Yauda dulu deh…. :) Semoga ada manfaatnya ya, walaupun ngalor ngidup gini obrolannya. Saya bakal seneng banget kalau ada temen-temen yang mau cerita pengalamannya ya….
Salam sayaaang….
Komentar
Posting Komentar